Pembuktian
Kebenaran dan Pengandaian Kesalahan
(Resensi dan
Kajian Moral atas Film DOUBT)
(Oleh:
Werenvridus Sadan, dkk)
I Sinopsis
Film DOUBT
Film
Doubt mengambil setting Gereja
Katolik Santo Nicholas di Syahdan, kawasan Bronx, New York. Bapa Flynn adalah
pastor paroki di Gereja yang berdiri tahun 1964 ini. Bapa Flynn digambarkan
sebagai sosok yang ramah, baik dan bersahabat. Di gereja inilah, ihwal keraguan
disuguhkan kepada umat ketika Bapa Flynn berkotbah tentang “Apa tindakanmu saat
ragu?”. Bapa Flynn di penghujung kotbahnya mengatakan: “Keraguan dapat menjadi
ikatan yang sama kuat dan menyokong seperti kebenaran.”
Di
samping Gereja Santo Nicholas terdapat sekolah untuk anak-anak remaja, sebut
saja SMP (Sekolah Menengah Pertama). Sekolah ini dikepalai Suster Aloysius.
Suster Aloysius adalah seseorang yang berkepribadian tegas, kaku dan
konservatif. Lihat saja, sikap suster Aloysius yang tidak mengijinkan siswa
menggunakan Bulpoin, lagu profan tidak boleh dinyanyikan dalam perayaan Natal
dan minum teh dengan racikan tiga kaping gula tidak diperkenankan.
Seorang
anak kulit hitam, Donald Miller, mendapat kesempatan untuk masuk dalam
pelayanan baik di Gereja tempat Bapa Flynn bertugas maupun di sekolah yang
dipegang Suster Aloysius. Di Gereja, Donald, nama panggilannya, diberi
kepercayaan menjadi putra Altar. Donald juga diperbolehkan untuk mengenyam
pendidikan di sekolah Suster Aloysius. Sayangnya, keberadaan Donald tidak
dihargai semua orang. Bapa Flynn menjadi malaikat pelindung bagi Donald di
tengah keteralienasian yang dialaminya.
Pada
suatu hari, Bapa Flynn memanggil Donald ke kantornya. Setelah keluar dari
kantor Bapa Flynn, Donald terlihat ketakutan; lebih dari itu: dari mulutnya
tercium bau alkohol. Keanehan pada diri Donald dilihat oleh Suster James,
suster rekan dari Suster Aloysius, juga tenaga pengajar di sekolah Santo
Nicholas. Suster James yang melihat hal itu menenggarai bahwa Bapa Flynn melakukan
hal yang buruk pada Donald. Asumsi Suster James semakin bertambah mana kala ia
mendapati Bapa Flynn secara diam-diam meletakkan sesuatu di dalam loker
penyimpanan milik Donald. Suster James memeriksa loker itu dan menemukan bahwa
yang ditaruh Bapa Flynn adalah kemeja. Suster James memberitahukan kejadian ini
kepada Suster Aloysius dan juga segala kecurigaannya.
Laporan
Suster James semakin menambah rasa curiga Suster Aloysius terhadap Bapa Flynn. Suster
Aloysius memang sudah menaruh curiga pada bapa Flinn. Kecurigaan itu didasarkan
pada kepindahan Bapa Flynn yang mendadak; yakni dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, Santo Nicholas adalah paroki ketiga yang disinggahi oleh Bapa Flynn. Menurut
presumsi negatif Suster Aloysius, Bapa Flynn pasti melakukan hal-hal buruk di
paroki-paroki sebelumnya. Hal ini semakin ditegaskan tatkala Suster Aloysius
melihat kejadian di mana Bapa Flynn memegang paksa pegelangan tangan William
London, seorang siswa yang suka berbuat nakal. Dari kejadian-kejadian ini,
Suster Aloysius menarik kesimpulan bahwa Bapa Flynn adalah seorang pedofil. Maka dari itu, Suster Aloysius
bertekad akan membuka samaran Bapak Flynn.
Untuk
itu, Suster Aloysius memanggil baik Bapa Flynn maupun Suster James ke Katornya
untuk membahas masalah itu. Saat pertemuan bergulir Suster Aloysius meminta
dengan paksa, bahkan dengan nada penuh tuduhan agar Bapa Flynn menjelaskan perbuatan
yang dilakukannya pada Donald. Lantaran dipojokkan, Bapa Flynn mengatakan
alasan mengapa Donald dipanggil; yakni untuk menyelesaikan pelanggarn yang
dilakukan Donald: ia minum anggur altar. Alasan yang diberikan Bapa Flynn ini melegakan
Suster James, tetapi Suster Aloysius tidak mempercayai Bapa Flynn. Ia masih
meragukan apa yang dikatakan Bapa Flynn, dan karenanya ia memanggil Nyonya
Miller, ibu Donald, untuk membuktikan keyakinannya.
Dari
pembicaraan dengan Nyonya Miller, keyakinan Suster Aloysius semakin dikokohkan.
Menurut pengakuan Nyonya Miller, Donald memang memiliki
kelainan seksual. Hal inilah mendorong Suster Aloysius untuk menyingkirkan Bapa
Flynn dari lingkungan gereja Santo Nicholas. Suster Aloysius memperoleh
kemenangan atas Bapa Flynn. Bapa Flynn dipindah-tugaskan ke paroki lain. Akan
tetapi, keberhasilan ini menyisakan keraguan yang amat mendalam dalam diri
Suster Aloysius. Adapun penyebabnya adalah Suster Aloysius mengakui bahwa ia
tidak mendapatkan bukti atas tuduhan atau kecurigaannya terhadap Bapa Flynn.
Kecurigaan terhadap Bapa Flynn hanya didasarkan pada keyakinannya belaka.
Apabila
kita mengikuti jalan cerita film ini sampai selesai, kita juga tidak tahu apakah
Bapa Flynn memang seorang fedofil atau bukan – tidak diberikan jawaban. Di
sinilah letak kehebatan film ini; di mana kita dalam memberikan penilaian dan
keputusan moral seringkali dihinggapi keraguan.
II DOUBT dan Persoalan Moral
2.1. Keraguan
Hati
nurani adalah senjata yang ditanamkan Allah dalam diri manusia. hati nurani,
tempat Allah bersemayam, diperuntukkan sebagai kompas yang menuntun tingkah
laku manusia; dan dapat pula sebagai barometer untuk menindak sebuah objek
perbuatan susila. Untuk yang terakhir disebutkan, hati nurani mengerakkan
seseorang untuk mengambil jarak terhadap penilaian moral ketika seseorang
dihadapkan pada pilihan untuk bertindak atau tidak. Pada saat seperti inilah
hati nurani bisa menjadi ragu-ragu. Jika seseorang dihadapkan pada suara hati
yang bimbang atau ragu-ragu, seseorang tidak boleh bertindak. Sebab melakukan
tindakan tertentu dengan hati nurani yang ragu-ragu, berresiko untuk masuk ke
dalam dosa dan ketidak-adilan.[1]
Dalam
film DOUBT, persoalan hati nurani yang ragu-ragu Suster Aloysius sangat menarik
untuk dicemati. Suster Aloysius sebenarnya ragu untuk menilai benarkah Bapa
Flynn sungguh seorang fedofil
sebagaimana ia akui sendiri? Keraguan Suster Aloysius ini juga dirasakan oleh
Suster James yang turut mencurigai Bapa Flynn. Kecurigaan Suster James muncul
kembali karena ia melihat kesungguhan tekad Suster Aloysius untuk membongkar
kedok Bapak Flynn. Padahal, setelah ia
mendengarkan alasan mengapa Bapa Flynn memanggil Donald kecurigaan itu
perlahan-lahan mulai meninggalkannya. Keraguan kedua dilanda hati nurani yang
ragu-ragu.
Dalam perspektif moral, seharusnya baik Suster James
dan Suster Aloysius menunda untuk membuat keputusan sampai mereka memperoleh
kepastian atau kebenaran mengenai apakah Bapak Flynn memang seorang fedofil.
Apabila keraguan itu terus melanda tanpa ada kepastian yang jelas, maka keduanya
dapat menerapkan prinsip apa yang disebut prinsip refleks, yakni presumsi
berpihak kepada terdakwa; suatu kejahatan tidak boleh diandaikan, melainkan harus
dibuktikan; bukti yang menguntungkan harus ditafsir secara longgar, sedangkan
bukti yang memberatkan harus ditafsir secara sempit.[2]
Pada titik ini, sampailah kita pada kesimpulan bahwa Suster
James melupakan kaidah penilaian moral ini, terutama Suster Aloysius yang tidak
henti-hentinya menyudutkan Bapak Flynn sampai-sampai berniat mengusir Bapak
Flynn dari Paroki Santo Nicholas, meskipun hanya berbekal bukti yang didasarkan
pada asumsi belaka.
2.2. Kecurigaan
Kecurigaan
tanpa alasan adalah kecenderungan untuk berpikir buruk mengenai sesama tanpa
alasan.[3]
Sikap seperti ini bertedensi untuk mengedepankan prasangka-prasangka negatif
dan mengabaikan pencarian kesahihan bukti di lapangan. Karena itu, sikap ini
secara moral tidak dapat dibenarkan. Alasannya adalah sikap ini tidak
didasarkan pada keyakinan pasti, tetapi lebih pada tuduhan negatif yang tak beralasan; dapat
pula didasarkan pada perkiraan buruk mengenai sesama. Ini
sangat merugikan kehormatan personal dan sosial seseorang.
Dalam film DOUBT, sikap curiga mengejewantah dalam diri Suster Aloysius dan Suster James. Selain Kecurigaan buta Suster James terhadap Bapa Flynn menggerakkan dia untuk melaporkan kecurigaan yang ada dalam benak kesadarannya itu kepada Suster Aloysius. Menurut hemat penulis, tindakan Suster James memberitahukan kecurigaannya kepada Suster James hanya untuk mencari dukungan. Tindakan semacam ini malah membesar-besarkan sesuatu yang tidak pasti. Ketika hal-hal negatif diperbincangkan cendrung ada upaya untuk meluaskan domain hal itu. Ada juga kecurigaan buta Suster Aloysius muncul dari proses kepindahan Bapa Flynn yang tidak lazim, tindakan Bapa Flynn menarik paksa tangan William London, informasi dari Suster James, pembicaraan dengan ibu Donald dan penafsiran atas raut muka Bapa Flynn. Kecurigaan Suster Aloysius ini membuatnya merasa tak wajib untuk memperoleh bukti yang pasti. Suster Aloysius mendasarkan buktinya hanya pada keyakinan yang dipegangnya untuk memastikan bahwa Bapa Flynn adalah seorang fedofil. Suster Aloysius rupanya lupa bahwa kebenaran tidak diperoleh hanya dengan mendasarkan diri pada rentetan pengamatan yang perifial. Padahal sesuatu itu baru dikatakan kebenaran bila diteguhkan dengan penemuan bukti yang tak terelakkan. Pada poin inilah Suster Aloysius melakukan kesalahan. Bukti yang dipegannya hanya diasalkan dari asumsi. Padahal, asumsi tidak dapat digunakan untuk memperoleh validitas kebenaran.
2.3. Dusta
Dalam
tradisi moral Katolik, terutama hukum dekalog VIII melarang seseorang untuk
mengucapkan saksi dusta tentang sesamanya. hal ini dilarang untuk melindungi
hidup bersama: lebih dari itu: dusta memasung persoalan kebenaran karena ia
bertentangan dengan keyakinan batin dan pengetahuan seseorang.[4]
Di film DOUBT, tindakan dusta jelas terlihat dalam diri Suster Aloysius. Suster
Aloysius rela berdusta demi membongkar kedok Bapa Flynn. Suster Aloysius dengan
sikap yakin mengatakan kepada Bapa Flynn bahwa ia telah menanyakan kehidupan
masa lalu Bapa Flynn kepada salah satu suster di paroki yang pernah
dipimpinnya. Suster Aloysius melakukan tindakan menyembunyikan fakta kebenaran.
Fakta kebenaran itu adalah bahwa ia sebenarnya tidak tahu-menahu tentang
kehidupan masa lalu Bapa Flynn. Apa yang dikatakannya itu adalah sebuah
kebohongan saja. Ini diakuinya secara jujur kepada Suster James, bahwa ia sama
sekali tidak pernah menghubungi biarawati itu. Itu diperbuatnya untuk menekan
Bapa Flynn – yang dimaksudkan agar Bapa Flynn mengakui perbuatannya. Memang, Suster
Aloysius sebetulnya bermaksud baik, yakni bertujuan menggali kebenaran pada
diri Bapa Flynn, tetapi cara yang dipakainya secara moral salah. Tindakan Suster
Aloysius ini melawan apa yang dipikirkannya. Kata-kata dusta itu hanya
mendatangkan penyesatan – apa yang dikatakan tidak sama dengan fakta
sebenarnya. Di sini, Suster Aloysius bertindak tidak setia kepada Tuhan, kepada
sesama dan kepada diri sendiri.
Pada sisi lain, Suster Aloysius tidak hanya bersaksi dusta dengan kata-kata, tetapi juga menyangkut sikap melawan sesama, bersifat asosial dan dapat menghancurkan sesma.[5] Suster Aloysius melancarkan perlawanan terhadap Bapa Flynn dengan gigih. Suster Aloysius tidan berhenti menekan Bapa Flynn. Suster Aloysius terus-menerus mencari bukti untuk menyingkirkan Bapa Flynn. Suster Aloysius sampai-sampai menemui Nyonya Miller, ibu Donald, untuk mencari bukti yang semakin meneguhkan keyakinannya. Sampai pada akhirnya Suster Aloysius berhasil mengusir Bapa Flynn dari paroki Santo Nicholas. Dari yang disebutkan terakhir ini, jelas nampak bahwa Suster Aloysius berdusta lewat sikap melawan Bapa Flynn. Suatu tindakan bersifat asosial. Sebab Suster Aloysius tidak segan-segan menggunakan cara yang kasar, yakni dengan mengusir. Tindakan seperti ini dalam arti tertentu menghancurkan kiprah hidup sosial Bapa Flynn bila kecurigaan tanpa alasan dari Suster Aloysius menyebar di masyarakat luas.
2.4. Pencemaran
nama baik
Nama
baik adalah harta sosial, dan karenanya nama baik tidak boleh dicemarkan.[6]
Pencemaran nama baik membawa kerugian pribadi dari orang yang bersangkutan. Kerugian
itu berkaitan dengan ke-tidak-bisa-an menjalankan tugas publik dan menjalin
hubungan sosial secara leluasa. Maka dari itu, jika nama baik seseorang
dicemarkan, maka sudah barang tentu keleluasaan seseorang dalam hidup sosialnya
diluluhlantakkan. Sebab, penghormatan terhadap dia sudah tidak ada. Tiadanya
kehormatan pada diri seseorang berarti juga kehilangan sesuatu yang urgen;
yakni martabat: hal yang menjadikan seseorang dipandang sebagai pribadi yang
luhur dan mulia. Maka tidaklah mengherankan kalau kehormatan memegang peranan
penting eksistensi person di dunia ini.
Adapun
hal ini yang nampaknya ingin dikerjakan oleh Suster Aloysius pada Bapa Flynn
dalam film DOUBT. Hanya berbekal keyakinan yang ia gengam, Suster Aloysius pun
mulai melakukan aksi untuk menghancurkan reputasi atau nama baik Bapa Flynn.
Jika keyakinannya itu terbukti benar, maka secara otomatis Bapa Flynn akan
teralienasi dari kehidupan sosial. keteralienasian itu menjadikan Bapa Flynn
tidak mampu menjalankan tugas publiknya sebagai seorang imam, dan dengan
demikian ia tidak dapat dengan leluasa menjalin relasi sosial dengan bebas.
Bapa Flynn akan mendapat cap dari khalayak ramai sebagai penjahat. Hal ini, dalam
segi tertentu, membunuh kehidupan sosial Bapa Flynn.
Memang, kita tidak tahu apakah Bapa Flynn
melakukan hal yang dituduhkan oleh Suster Aloysius; sementara itu apakah
kepergian Bapa Flynn dari Paroki Santo Nicholas memunculkan stigma buruk
baginya di kalangan umat setempat. Bila kita lihat dari usaha yang dikerjakan
suster Aloysius untuk menjatuhkan reputasi Bapa Flynn membuahkan keberhasilan.
Keberhasilan itu ada pada poin umat pasti sikap bertanya-tanya, “Apa sebabnya
Bapa Flynn pendah begitu cepat?” Seandainya pertanyaan ini dibiarkan
terus-menerus tanpa ada jawaban yang pasti – dan dengan demikian kita bisa
bayangkan yang terjadi adalah gosip. Dalam gosip, perkara kebenaran selalu
bersifat kelam – tidak jarang menghasilkan justifikasi yang keliru dan
generalisasi kesalahan.
Tindakan Suster James juga merupakan bentuk partisipasi dalam pencemaran nama baik. Suster James dikatakan turut berpartisipasi karena ia mengambil bagian dalam pembicaraan dengan Suster Aloysius untuk menjatuhkan reputasi Bapa Flynn. Keterlibatan itu tampak dari laporan yang diutarakannya kepada Suster Aloysius. Laporan yang disampaikannya itu merupakan rupa pembicaraan yang buruk terhadap Bapa Flynn karena hanya didasarkan pada presumsi negatif belaka. Akibatnya, Bapa Flynn semakin dicurigai di satu pihak, dan meyakinkan Suster Aloysius di pihak lain. Oleh karena itu, baik tindakan Suster James maupun Suster Aloysius terkategorikan pelanggaran terhadap kebenaran karena mengatakan sesuatu yang belum pasti tentang Bapa Flynn; pelanggaran terhadap keadilan karena mengabaikan hak Bapa Flynn atas nama baik; dan pelanggaran terhadap cinta kasih karena mendatangkan kerugian bagi kehormatan Bapa Flynn.
III Doubt dan
Relevansinya
Dalam film DOUBT, cinta akan kebenaran ditampilkan sebagai sesuatu yang dibunuh
keberadaannya; di mana terjadi ketidak-sesuain antara apa yang ada dalam
pikiran dan perkataan yang diucapkan. Padahal cinta akan kebenaran adalah
keterarahan budi dalam mengakui kebenaran sebagai sebuah nilai yang senantiasa
menjadi titik pusat perhatian.[7]
Matinya cinta akan kebenaran berarti bukan hanya melemahnya nilai-nilai
kehidupan masyarakat, melainkan juga kehilangan syarat elementer untuk hidup manusia.Mengapa
bisa demikian? Sebab matinya kebenaran mengisyaratkan ketidak-adaan nilai idiil
atau prinsip yang bisa menjadi tuntunan dan sandaran kepercayaan. Akibatnya,
kehidupan manusia dan sosial kehilangan syarat elementernya; sehingga hidup lantas
disesakkan oleh wajah-wajah tak berbelas kasih dan tak punya hati. Simaklah betapa
keadilan negeri ini hanya diuntukkan bagi mereka yang beruang. Di mana, hukum
menjadi milik tidak semua warga masyarakat. Buktinya, penjahat-penjahat
berpangkat dan berdasi dibiarkan lolos lantaran sogokan uang – dan kalau pun
dipenjarakan mereka masih bisa jalan-jalan ke luar negeri seperti dikatakan
dalam syair lagu “Andaiku Menjadi Gayus Tambunan”; dan sebaliknya, hukum
menjadi kejam terhadap masyarakat akar rumput yang tidak memiliki apa-apa.
Jika
manusia sadar bahwa kebenaran adalah nilai tertinggi, maka ia harus terdesak
untuk mewujudkan cinta akan kebenaran itu dalam sikapnya. Maka darinya,
kebenaran itu akan dicari, dipertahankan, diperdalam dan disebarkan. Senada
dengan ini Konsili Vatikan II melihat bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk
mencari dan menerima kebenaran sebagai sebuah kewajiban yang utama.[8]
Berkenaan dengan hal ini, cinta akan kebenaran mutlak harus diupayakan di satu
sisi, dan diteriakkan dengan lantang untuk memerangi aneka ketidakadilan di
sisi lain.
BAHAN ACUAN
Go, Piet, Moral Konkret 2: Kehormatan-Kebenaran-Kesetiaan, diktat, Malang: STFT Widya Sasana, 1980.
Peskche,
Karl-Heins, Etika Kristiani Jilid I:
Pendasaran Teologi Moral, (terj. Alex Armanjaya, dkk), Maumere: Penerbit
Ledalero, 2003.
--------, Etika Kristiani Jilid III: Kewajiban Moral dalam Hidup Pribadi, (terj. Alex Armanjaya, dkk.), Maumere: Penerbit Ledalero, 2003.
[1] Karl-Heins Peskche, Etika Kristiani Jilid I: Pendasaran Teologi
Moral, (terj. Alex Armanjaya, dkk), Maumere: Penerbit Ledalero, 2003. Hlm.,
214.
[2] Bdk. Ibid., hlm 217.
[3] Piet Go, Moral Konkret 2: Kehormatan-Kebenaran-Kesetiaan, diktat, Malang:
STFT Widya Sasana, 1980, hlm., 22.
[4] Karl-Heins Peskche, Op. cit., hlm., 200.
[5] Piet Go, Op. cit., hlm., 31.
[6] Karl-Heins Pesckhe, Etika Kristiani Jilid III: Kewajiban Moral
dalam Hidup Pribadi, (terj. Alex Armanjaya, dkk.), Maumere: Penerbit
Ledalero, 2003, hlm., 186.
[7] Ibid., hlm., 191.
[8] bdk. Konsili Vatikan II,
Dignitatis Humane art. 2.