Selasa, 26 September 2023

 

Tokoh-Tokoh Sosiologi Indonesia dan Dunia

Oleh: Werenvridus Sadan, S.S


A.      Pengantar

Sosiologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan yang lainnya. Hubungan itu dapat bersipat individu maupun kelompok-kelompok. Dalam hal ini hubungan antar kelompok dengan kelompok lainnya yang ada dalam masyarakat. Sosilogi sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu perlu di dalami dan dipelajari. Sebagai sebuah disiplin ilmu oleh sebab itu dapat dipelajari, ditelaah, dikembangkan dan di-diskusikan baik dalam kelompok kelas maupun dalam sebuah forum diskusi terbuka.

Sosiologi dari sendirinya tidak lahir begitu saja. Kita sudah mengenal Auguste Comte seorang bapak pendiri sosiologi. Sejarah munculnya teori sosiologi itu sendiri tidak muncul begitu saja. Ada latar belakang yang membuat sosiologi itu hadir sebagai ilmu dan sebagai sebuah disiplin ilmu. Ada dua peristiwa besar yang turut mempengaruhi munculnya teori sosiologi yakni: Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Revolusi Industri terjadi di benua Eropa pada abad ke 18 yang ditandai dengan berkembangnya teknologi. Masyarakat yang semula bercocok tanam (agraris) beralih menggunakan teknologi mesin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.[1] Sedangkan Revolusi Perancis mengubah sistem pemerintahan kerajaan menjadi republik. Hal ini disebabkan Raja Louis XVI dan Ratu Marie Antoinette yang sewenang-wenang. Saat itu, masyarakat Perancis dibagi menjadi 3 golongan. Golongan 3 diwajibkan untuk membayar pajak ke negara, sedangkan golongan 1 dan 2 dibebaskan dari pungutan tersebut.

Melihat kedua hal diatas maka muncullah apa itu yang kita kenal dengan istilah sosiologi. Sosiologi dicetus oleh Auguste Comte. Revolusi industri dan revolusi Perancis membuat semacam mallum dalam dunia saat itu terutama di Benua Eropa. Maka muncul masalah-masalah sosial seperti pengangguran dan kerusuhan. Lalu, tokoh yang bernama August Comte berpikir bahwa diperlukan ilmu untuk mempelajari perubahan sosial, masalah sosial yang timbul, serta penyelesaiannya.

Adapun ciri-ciri dari sosiologi adalah sebagai berikut: Empiris, Teoritis, Kumulatif, dan Non-Etis.[2] Sosiolgi memiliki ciri empiris artinya ilmu yang diperoleh berdasarkan observasi, sesuai akal sehat, semua fakta, serta tidak menghasilkan sesuatu yang bersifat spekulatif. Memiliki ciri teoritis artinya sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang selalu berusaha menyusun kesimpulanatau abstraksi dari hasil observasi. Abstraksi atau kesimpulan ini digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjadi sebuah teori. Sosiologi juga memiliki ciri komulatif artinya disusun atas teori-teori yang sudah ada atau memperbaiki, memperluas, serta memperkuat teori-teori terdahulu. Sedangkan ciri non-etis artinya tidak mempermasalahkan baik buruknya sesuatu, tetapi menganalisis sebab akibat dan menjelaskan secara mendalam.

B.      Tokoh-Tokoh Sosiologi Indonesia dan Dunia

Berikut akan di bahas tokoh-tokoh sosiologi yang cukup dan bahkan sangat terkenal dalam dunia sosial. Pembahasan ini hanya sekedar kulit luar saja atau pengenalan tokoh secara garis besar, apa yang ia cetus dan bagaimana teori-teorinya.

1.     Harriet Martineau

Harriet Martineau merupakan salah satu pencetus teori sosiologi yang cukup terkenal. Mengenai biografi tentang kehidupan pribadinya dikatakan demikian:

Martineau was born in 1802 in Norwich, England, where her father owned a textile manufacturing business. In poor health for much of her life, she was born hearing impaired and without her sense of smell, but was determined to complete her education and forge a career despite these challenges. She attended a school in the city of Bristol, and was drawn to Unitarianism in her teens. In the mid-1820s, her father's business failed, and she was forced to earn her own living as a result. Her hearing impairment meant that the most commonplace profession for young women of her class—teaching—was closed to her, and she turned to writing, but for many years had to support herself by taking on needlework jobs.[3]

Harriet Martineau atau yang dijuluki sebagai The Founding Mother (12 Juni 180227 Juni 1876), kerap dianggap sebagai sosiolog wanita pertama di dunia. Perannya tidak kalah penting dari tokoh sosiologi lainnya. Ia menulis buku Society in America yang membahas tentang posisi perempuan di masyarakat, jauh sebelum masyarakat menggaungkan istilah feminisme. Feminisme merupakan aliran pergerakan yang memperjuangkan hak-hak wanita.

Selain itu, Harriet Martineau juga punya peran yang signifikan bagi perkembangan sosiologi. Ia menerjemahkan karya-karya Auguste Comte dari bahasa Perancis ke dalam Bahasa Inggris. Peranan Harriet membantu dalam mempelajari sosiologi terutama mereka yang bergelut dalam ilmu sosiologi atau yang sekedar ingin memperdalam ilmu sosiologi.

2.     Pitirim Alexandrovich Sorokin

Pitirim Alexandrovich Sorokin atau yang lebih dikenal dengan nama Pitirim Sorokin  adalah salah satu pakar sosiologi atau ahli dalam dunia sosiologi. Dia adalah seorang sosiolog yang lahir di Republik Komi dari Rusia. Seorang akademisi dan aktivis politik, ia beremigrasi dari Uni Soviet ke Amerika Serikat pada tahun 1923.[4]

Menurut Pitirim Sorokinsosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang Pertama, hubungan dan pengaruh timbal balik antar aneka macam gejala-gejala sosial. Kedua, hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala-gejala sosial dan non sosial. Ketiga, ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

3.     W.E.B. Du Bois

Penulis The Souls of Black Folk ini memiliki nama lengkap William Edward Burghardt Du Bois (23 Februari 186827 Agustus 1963). Ia merupakan African-American pertama yang mendapatkan gelar Ph.D. Latar belakang masyarakat African-American itu sarat dengan slavery atau perbudakan dan rasisme. W.E.B. Du Bois bisa mendapatkan gelar Ph.D pada masa itu.[5]

Kaitannya dengan ilmu sosiologi, ia membahas tentang relasi antar ras di Amerika Serikat. Isu-isu relasi antar ras itu menjadi support bagi teori sosiologi. Meskipun topik bahasannya pada lingkup Amerika Serikat, namun pemikirannya sangat terpakai di berbagai daerah lain, khususnya tentang rasisme.

Satu tahun setelah ia meninggal, pemerintah Amerika Serikat mengesahkan The United States Civil Rights Act. Di dalamnya merupakan hal-hal yang diperjuangkan oleh Du Bois semasa hidupnya. Dengan adanya pengesahan tersebut, relasi antara kulit hitam dan putih mengalami perubahan yang signifikan di Amerika Serikat.

4.     Koentjaraningrat

Koentjaraningrat merupakan salah satu tokoh terkenal dalam teori sosiologi terutama di Indonesia. Dia mengatakan sosiologi adalah suatu proses yaitu proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial.[6] Koentjaraningrat mengatakan sosiologi adalah suatu proses yaitu proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial.[7]

Mengenai autobiografinya dapat dilihat sebagai berikut:

Ayahnya R.M.Ng. Emmawan Brotokoesomo, adalah seorang pamong praja di lingkungan Pakualaman. Ibunya, R.A. Pratisi Tirtotenojo, sering diundang sebagai penerjemah bahasa Belanda oleh keluarga Paku Alam. Walaupun anak tunggal, didikan ala Belanda yang diterapkan ibunya membuatnya menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri sejak kecil. Karena anak seorang bangsawan, pada saat usianya 8 tahun ia boleh bersekolah di Europeesche Lagere School (setingkat sekolah dasar yang sebetulnya hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda). Pada masa-masa itu, ia sering menghabiskan waktunya untuk bermain di lingkungan keraton. Kedekatannya dengan lingkup keraton yang kental dengan seni dan kebudayaan Jawa itu, sedikit banyak mempengaruhi pembentukan kepribadiannya sebagai seorang antropolog di kemudian hari.

Setelah lulus dari Europeesche School, pada tahun 1939 ia melanjutkan sekolah ke MULO, lantas ke AMS-A (1942). Saat bersekolah di AMS-A (sekarang SMA Negeri 1 Yogyakarta) ia mulai mempelajari seni tari di Tejakusuman. Selain itu, bersama dua sahabatnya, Koesnadi (fotografer) dan Rosihan Anwar (tokoh pers), Koentjaraningrat rajin menyambangi rumah seorang dokter keturunan Tionghoa untuk membaca; diantaranya adalah disertasi-disertasi tentang antropologi milik para pakar kenamaan.

Setelah lulus dari AMS, ia melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada dan mengambil jurusan sastra Indonesia. Namun, baru satu tahun kuliah, terjadi Revolusi Kemerdekaan. Ia kemudian menggabungkan diri dalam Korps Mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan ditugaskan menjadi pengajar bahasa Inggris dan sejarah bagi para prajurit Brigade 29, Kediri. Dipilihnya Koentjaraningrat sebagai pengajar para prajurit karena sewaktu kuliah di Gadjah Mada, ia juga mengajar di perguruan Taman Siswa (1946-1950).

Saat terjadi Perjanjian Renville pada tahun 1948, ia kembali lagi kuliah di Universitas Gadjah Mada. Kembalinya ke kampus UGM merupakan suatu keuntungan, sebab pada tahun itu terjadi peristiwa pemberontakan PKI di Madiun. Brigade 29 yang waktu itu memihak komunis, berhasil dihancurkan oleh pasukan Siliwangi. Pada tahun 1950, Koentjaraningrat berhasil merampungkan kuliahnya dan mendapat gelar sarjana muda Sastra Indonesia di Universitas Gadjah Mada.

Koentjaraningrat tertarik pada bidang antropologi sejak menjadi asisten Prof. G.J. Heldguru besar antropologi di Universitas Indonesia, yang mengadakan penelitian lapangan di Sumbawa. Sarjana Sastra Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia 1952, ini meraih gelar M.A. bidang Antropologi dari Yale UniversityAS, 1956 dan doktor antropologi dari Universitas Indonesia, 1958.

Pak Koen, demikian ia disapa, merintis berdirinya sebelas jurusan antropologi di berbagai universitas di Indonesia. Ilmuwan yang mahir berbahasa Belanda dan Inggris ini juga tekun menulis. Beberapa karya tulisnya telah menjadi rujukan bagi dosen dan mahasiswa di Indonesia. Ia banyak menulis mengenai perkembangan antropologi Indonesia. Sejak tahun 1957 hingga 1999, ia telah menghasilkan puluhan buku serta ratusan artikel.

Melalui tulisannya, ia mengajarkan pentingnya mengenal masyarakat dan budaya bangsa sendiri. Buah-buah pikirannya yang terangkum dalam buku kerap dijadikan acuan penelitian mengenai kondisi sosial, budaya, dan masyarakat Indonesia, baik oleh para ilmuwan Indonesia maupun asing.

Salah satu bukunya yang menjadi pusat pembelajaran para mahasiswanya adalah Koentjaraningrat dan Antropologi Indonesia, yang diterbitkan pada tahun 1963. Dalam buku itu, diceritakan kegiatan Prof Dr Koentjaraningrat dalam menimba ilmu. Juga di dalamnya, dia menjadi tokoh pusat dalam perkembangan antropologi.

Berbagai penghargaan telah dianugerahkan padanya atas pengabdiannya dalam pengembangan ilmu antropologi. Di antaranya, penghargaan ilmiah gelar doctor honoris causa dari Universitas Utrecht1976 dan Fukuoka Asian Cultural Price pada tahun 1995. Mendapat penghargaan Satyalancana Dwidya Sistha dari Menhankam RI (1968 dan 1981). Pak Koent juga menerima gelar kebangsawanan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) dari Sri Paduka Pakualam VIII pada 1990 di Kadipaten PakualamanDaerah Istimewa Yogyakarta.[8]

Jauh dari pada itu, Koentjaraningrat lebih dikenal sebagai tokoh antropologi Indonesia.[9] Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.[10] Namun pemikiran-pemikirannya dapat dikaitkan dengan perkembangan sosiologi Indonesia. Sebagai seorang antropolog, ia memberi kita wawasan mengani bagaimana orang mengenal budaya orang lain yang berbeda dengan diri kita. Sebagai seorang antropolog Indonesia beliau banyak menghasilkan karya antara lain: Pengantar Antropologi (1959), Sejarah Teori Antropologi (1987), Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (1990), Anthropology In Indonesia (1975), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (1971), Beberapa Pokok Antropologi Sosial (1967), Dll.

5.     Budiono Kusumohamidjojo

Budiono Kusumohamidjojo lebih dikenal dengan antropolog Indonesia. Gagasan pemikirannya banyak mengenai kehidupan budaya Indonesia. Salah satu karya terkenalnya ialah: Filsafat Kebudayaan, Proses Realisasi Manusia. Secara eksplisit buku tersebut menjelaskan sosiologi dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. Kebudayaan merupakan realisasi diri manusia. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.  Gambaran tentang kebudayaan seperti ini mau mengatakan bahwa hampir keseluruhan hidup manusia itu adalah “budaya”. Kebudayaan tidak hanya dipersempit pada pengertian tentang segala hasil karya dan tindakan manusia. Kebudayaan itu, baik dalam wujud konkret maupun abstrak, merupakan suatu wujud dari realisasi diri manusia yang dinyatakan dalam kebersamaan dengan orang lain. Filsafat Kebudayaan; Proses Realisasi Manusia karya Budiono Kusumohamidjojo[11] ini ingin menegaskan bahwa Filsafat Kebudayaan adalah kritik kebudayaan. Buku ini mencoba berkelindan di antara kedua kutub ekstrim dilematis di atas sambil cenderung berat pada keinginan memetakan substansi yang bernama kebudayaan dalam konstelasi dunia-manusia mutakhir. Dalam buku ini, penulis memetakan awal permasalahan mendasar kebudayaan dalam refleksi filosofis secara sistematik dan komprehensif. Pelbagai ilustrasi konkrit membuat konteks pembicaraan terasa aktual. Alur penjelasannya yang bernas-tangkas memudahkan pembaca mencerna semua konsep yang ditawarkan, selain juga mengasyikkan.

Paradoks kebudayaan adalah bahwa kebudayaan merupakan entitas yang teramat konkrit namun sekaligus demikian abstrak. Ia konkrit karena sesungguhnya menyangkut apa pun yang nyaris ada dalam dunia-manusia.[12] Demikian abstrak karena segala bentuk pewacanaan tentangnya telah berkembang menjadi begitu rumit, skeptis, dan penuh kontroversi. Siapa pun yang mengikuti perkembangan wacana kebudayaan akan melihat kesenjangan yang kian menganga antara realitas budaya yang konkrit itu dengan kekisruhan pada wilayah pewacanaannya. Kesenjangan ini kemudian memunculkan pelbagai klaim tentang kebudayaan yang berpretensi substantif-obyektif atau bersifat empiris-positivistik (Biologi, Sosiologi, Antropologi, dan sebagainya) yang kini terasa sebagai semacam realisme-naif.

Demikian sebuah pembahasan kecil mengenai tokoh sosiologi dan bagaimana pemikiran mereka yang berguna untuk kemajuan sosiologi Indonesia dan dunia.

 


SUMBER ACUAN

 

Buku:

Koentjaraningrat, Prof, Dr.  Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1974.

---------------------. Pengantar Ilmu Antropologi, (Edisi Revisi), Jakarta: Rineka Cipta,2009.

Kusumohamidjojo, Budiono. Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Manusia, Jokjakarta: Jalasutra, 2009.

Soekamto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

 

Internet:

https://mualangmenawai.blogspot.com/2015/10/dayak-iban-dan-kebudayaannya-sebuah.html

https://www.belbuk.com/filsafat-kebudayaan-proses-realisasi-manusia/produk/8392

https://id.wikipedia.org/wiki/Koentjaraningrat.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pitirim_Sorokin.

https://www.zenius.net/blog/tokoh-sosiologi-dan-teorinya.

https://www.brainacademy.id/blog/apa-itu-ilmu-sosiologi



[1] https://www.brainacademy.id/blog/apa-itu-ilmu-sosiologi (diakses pada Minggu 24 Sepptember 2023, Pkl 21.00)

[2] Bdk, Soerjono Soekamto , Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990, hlm. 29.

[3] https://www.encyclopedia.com/humanities/applied-and-social-sciences-magazines/society-america-martineau-harriet (diakses pada Minggu 24 Sepptember 2023, Pkl 21.19).

[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Pitirim_Sorokin (diakses pada Minggu 24 Sepptember 2023, Pkl 22.06).

[5] https://www.zenius.net/blog/tokoh-sosiologi-dan-teorinya (diakses pada Minggu 24 Sepptember 2023, Pkl 22.15).

[6] Bdk, Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia. 1974, hlm. 12.

[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Koentjaraningrat. (diakses pada hari Minggu tanggal 24 September 2023, Pkl 22.26).

[8] https://id.wikipedia.org/wiki/Koentjaraningrat . (diakses pada hari Minggu tanggal 24 September 2023, Pkl 22.26).

[9] Bdk, Prof. Dr. Koentjaraningrat,  Pengantar Ilmu Antropologi, (edisi revisi), Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 150.

[10] Bandingkan: https://mualangmenawai.blogspot.com/2015/10/dayak-iban-dan-kebudayaannya-sebuah.html (diakses pada hari Minggu 25 September 2023, Pkl 23.43).

[11] Bdk, Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia, Jogjakarta: Jalasutra, 2009, hlm. 46.

[12] Bandingkan https://www.belbuk.com/filsafat-kebudayaan-proses-realisasi-manusia/produk/8392 (diakses Minggu 25 September 2023, Pkl 23.12).

  Pembuktian Kebenaran dan Pengandaian Kesalahan (Resensi dan Kajian Moral atas Film DOUBT)   (Oleh: Werenvridus Sadan, dkk)     I  ...