KOSMOS
TANDA KEAGUNGAN ALLAH
(Bab
III)
Oleh
: Werenvridus Sadan, S.S
1. Pengantar
Selama sekian waktu filsafat alam diidentikkan begitu
saja dengan kosmologi. Namun identifikasi semacam ini kiranya sudah kadaluarsa
mengingat perkembangan kosmologi sebagai sebuah ilmu tersendiri dalam lingkup
pengetahuan ilmiah telah demikian maju dan mendetil. Kosmologi berasal dari
bahasa Yunani cosmos dan logos. Secara hurufiah, kosmologi adalah
disiplin ilmu tentang kosmos, jagad atau semesta raya. Ditinjau dari sudut
pokok bahasan memang ada kemiripan antara kosmologi dan filsafat alam; kedua
bidang disiplin ilmu sama-sama menjadikan alam semesta sebagai pokok bahasan.
Setiap
bangsa di dunia ini memiliki cara pandang dan cara berinteraksi tersendiri
terhadap kosmos. Bahkan dalam setiap bangsa di dunia secara khusus dalam
suku-suku bangsa memiliki cara pandang yang berbeda satu sama lain terhadap
alam semesta ini. Cara pandang tersebut menyangkut segenap asal-usul semesta
dan penciptanya, dan hal ini dilihat pula dari bagaimana proses terbentuknya
semesta yang mengagumkan.
Dalam bab iii buku ini diupas cara bangsa Yunani
dalam bungkus kosmologi kuno yang menceritakan awal mula terbentuknya alam
semesta ini. Selain itu akan dibahas pula bagaimana pandangan dunia Perjanjian
Baru dalam menyikapi alam semesta ini terlebih pandangan kosmologi Paulus dan
Yohanes.
Perlu penekanan khusus bahwa di Yunani-lah
pertama-tama bertemunya dunia akal budi dan dunia iman melebur. Pengalaman
Paulus yang mewartakan Kristus seakan menjadi kunci untuk beriman bagi
masyarakat Yunani yang amat mengandalkan peranan akal budi dalam segala hal. Penjelasan
Paulus mengenai teologi Allah seakan bertentangan dengan kehidupan Yunani yang
meletakkan pengalaman rasio di atas segalanya. Bagi mereka segala sesuatu yang
tidak bias ditangkap rasio adalah nihil. Paulus membawa pencerahan dan
menjelaskan Allah dalam lingkup Yunani yang dibarengi dengan sisi rasionalitas
yang membuat keduanya dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat Yunani.
Pertautan iman dan akal budi (fides et
ratio) melebur seluruh pandangan tradisional Yunani mengenai kosmos.
2. Kosmologi
Yunani
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Yunani mengenai kosmos
kerap berhadapan dengan kritik rasionalitas terhadap pengalaman. Kritik
rasionalitas tersebut mencoba menggantikan kemapanan dunia mitos. Namun
kebijaksanaan Yunani tidak pernah menggantikan mitos tersebut tetapi lebih
menjadikannya secara logis dan sistematis serta menginkorporasikannya ke dalam
bentuk yang lain.
Para pemikir aliran Ionia pertama mem-basis-kan
mitos sebagai tolok ukur alam piker mereka. Thales orang pertama yang
menggunakan istilah physis/alam dan ia berpendapat bahwa air adalah sumber
segala kehidupan. Anaximander berpendapat bahwa asal mula segala sesuatu ialah
yang-tidak terbatas (apeiron). Prinsip ini ditentang oleh Anaximenes yang
berpendapat bahwa prinsip segala sesuatu ada pada udara. Udara dapat
memunculkan segala sesuatu lewat berbagai tingkatan kondensasi. Phytagoras
berpendapat lain. Ia mengemukakan bahwa prinsip segala sesuatu berasal dari
angka-angka. Angka dapat membentuk garis, ruang dan volume. Heiraklitos
berpendapat bahwa alam semesta ini terjadi dari satu unsur yakni api.
Parmenindes dan Gorgias berpendapat bahwa yang “ada”
tidak mungkin lahir dari “ketiadaan”. Mereka menempatkan pengalaman inderawi
pada prinsip utama. Empedokles menempatkan keempat unsur (air, udara, tanah,
api) berada pada posisi utama. Leukipus lebih melihat kepada atom sebagai yang
utama. Keberadaan atom-atom inilah yang membentuk segala sesuatu. Sedangkan
Anaxagoras memperkenalkan hubungan sebab akibat yakni inteligensi ilahi yang
merupakan sebab terakhir dari segala sesuatu. Kaum shopis terutama Protagoras
menjadikan manusia sebagai tolok ukur. Manusia bias meras dingin, panas dan
lain sebagainya oleh karena angina yang sama.
Sokrates sebagai tokoh moral menggarisbawahi
kebaikan sebagai yang utama. Baginya dalam diri setiap manusia ada unsur
religious yang mendorong manusia untuk berbuat baik. Plato memiliki pengaruh
besar dalam dunia filsafat Yunani. Ia memperlihatkan peran ‘Sang Tukang” (Demiurgos) yang lebih merupakan seorang
artis daripada pencipta yang memasukkan suatu jiwa ke dalam ruang kosong. Dan
pada akhirnya ia mendefinisikan kebaikan adalah akhir dari segala sesuatu yang
ada.
Aristoteles melalui berbagai refleksi dan pandangan
orang-orang terhadapnya memunculkan banyak tafsiran mengenai kosmologinya.
Menurut Bouyer sendiri, pandangan Aristoteles mengenai kosmos dapat dilihat
dalam lima bahasan pokok yakni: kodrat benda-benda, struktur benda-benda,
inteligibilitas perubahan setiap benda, inteligensi ilahi dan materi.
Selanjutnya kaum Stoa atau Mashab Stoa berpendapat
bahwa segala sesuatu di dunia ini dianugerahi “kehidupan”. Kehidupan berasal
dari kondensasi udara berapi (pneuma)
yang pada saat yang sama juga disebut logos.
Penuma menjiwai alam semesta dan manusia. Bagi Mashab Stoa, segala kejadian
dalam alam berlangsung menurut ketetapan yang tidka dapat dihindari. Namun roh
yang ada pada manusia itulah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang
rasional. Jiwa kita tidka lain adalah pecahan/fragmen keilahian. Dan akhirnya
kaum Stoa/Stoisime, konsep Plato mengenai ide dan konsep Aristoteles mengenai
kosmos (pemikiran yang berpikir), digunakan oleh orang Yahudi untuk mendefinisikan
kebijaksanaan ilahi. Mereka memahami kebijaksanaan ilahi sebagi objek terakhir
dan total dari pikiran Allah terhadap ciptaan dan sejarah keselamatan.
3. Pandangan
Perjanjian Baru mengenai Kosmos
Pandangan Perjanjian baru mengenai kosmos pada hakikatnya
bertumpu pada ajaran Yesus. Keempat penginjil menampilakn Yesus secara
berlainan. Meskipun demikian dalam ajaran mengenai dunia, kita boleh yakin
bahwa pemikiran Yesus yang sampai kepada kita sama dengan yang diberikan kepada
para muridNya.
Yesus pertama-tama memperkenalkan Allah sebagai
Bapa. Kebapaan ilahi ini menuntut pemisahan total dari segala sesuatu yang
bukan Allah. Yesus sendiri adalah refleksi sempurna agape Bapa. Cinta Bapa yang
kreatif dan menyelamatkan dimana keadilan dan belas kasih Allah menyatu dan
terserap dalam kemurahan hati yang tidak terbayangkan. Bagi Yesus, dunia adalah
manifestasi kasih Bapa. Hal ini disampaikan secara menarik lewat perumpamaan
Yesus misalnya mengenai keindahan bunga bakung yang melebihi kemegahan pakaian
raja Salomo. Hubungan kebapaan hanya dapat ditunjukkan lewat tingkatan
intimitas komunikatif terhadap Bapa. Manifestasi kasih Bapa hanya dapat dilihat
dari keindahan dunia. Orang mungkin akan keliru menafsirkan seluruh Injil jika
hanya menafsirkan Allah yang sama dengan dunia atau mereduksikan Allah menjadi
sesama manusia. Sebaiknya segala sesuatu harus dilihat sebagai suatu anugerah
yang bermakna bagi kita hanya karena memperlihatkan kehadiran Allah Mahacinta. Yesus
digambarkan sebagai Adam baru yang bergerak melawan kejahatan. Hal ini
digambarkan lewat situasi “percobaan di padang gurun” dimana kuasa kebapaan
lebih kuat daripada bujukkan “penggoda”. Dengan demikian pelayanan dan karya
Yesus di dunia lebih tepat apabila digambarkan sebagai suatu tindakan
“exorcisme” terhadap dunia jahat/roh jahat.
Kosmologi Paulus dalam Perjanjian Baru mengungkapkan
kesadaran sosietas bahwa hakikat organis dari seluruh ciptaan sebagai satu
kesatuan. Dimana kesakitan dan penderitaan, kebahagiaan dan harapan berjalan
bersama. Dan ini tidak hanya digambarkan dalam keadaan manusia sewaktu
kesakitan saat bersalin melainkan menuntut pembebasan umat manusia itu sendiri.
Realitas manusia sekarang dideskripsikan kedalam masa perbudakan dan
diidentifikasikan ke masa depan sebagai masa pembebasan, penebusan dan
kemuliaan.
Kekhasan Paulus dalam menggambarkan kosmos dibarengi
dengan daftar musuh Allah sendiri yakni daging. Kehidupan manusia digambarkan sebagai
keseluruhan organis baik-buruk oleh karena pertautan insani dan badani. Dunia
dikuasai oleh kejahatan. Bagi Paulus pelaku kejahatan utama adalah para
malaikat yang jatuh kedalam kesalahan. Manusia yang mengikuti petunjuk para
malaikat ini diikutsertakan pula dalam kejahatan. Selanjutnya kedatangan Yesus
ke dunia ini sebagai Adam kedua atau terakhir mengambil alih kekuasaan
setan/malaikat yang jatuh, dengan kuasa salib dan kebangkitan. Paham demikian
disimbolisasikan ke dalam suatu tindakan ekaristis Paulus. Bagi Paulus ekaristi
adalah pemuliaan rencana kemenangan Allah lewat salib Kristus. Dari sinilah
orang melihat dunia sebagai realitas kebaikan dari Allah atas kemengan salib
Kristus. Pandangan dunia sekarang merupakan pancaran kebijaksanaan ilahi yang
diekspresikan oleh Putera.
Dalam kosmologi Yohanes dunia dicirikan ke dalam dua
pandangan yang berbeda yakni: ciri pertama; seluruh sejarah dunia diwahyukan
dalam sejarah Kristus antara konflik terang-gelap. Sedangkan dalam ciri kedua;
terjadi kontradiktoris antara mencintai/mengasihi dunia (Yoh 3:16) dengan
membenci dunia (1 Yoh 2:15). Kontradiksi antara kedua pandangan ini dapat
didamaikan bila kita melihat pandangan Yohanes akan dunia secara
holistis/menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar